Tak Sepadan
Monday, November 05, 2007
Pernah nonton salah satu sinetron religius, dalam cerita dikisahkan seorang istri yang didampingi oleh seorang suami yang sungguh tak sepadan dengan keshalihan si istri, suami ini demen judi, hura-hura, mabok, pokoknya ampir smua keji ada dalam badannya. Taulah klo sinetron, yang baek bakal baeeeek banget, yang jahat bakal jaaahaaaat banget. Katanya sih potret hidup sehari2.. Hmm..
Saat nonton itu, sy pernah berpikir, alangkah sialnya nasib si istri berjodohkan seorang suami yg demikian, bukankah ALLAH maha adil. Kok bisa2nya ngasih suami kyk model gtu sih?.. Astagfirullah ’adzim.
Manusia emang paling mudah menghakimi, tanpa mencari tau ada apa dari kemauanNYA itu.
Tapi ini bener2 soalan yg sering ditanyakan oleh banyak orang. Bagaimana klo seorang yang baik tidak berjodohkan dengan yang baik?. Apakah jaminan An-Nuur 26 masih berlaku??..
Sebagai makhluk dhaif, jika dihadapkan dengan ayat2NYA hendaknya tak terbesit sedikit pun rasa ragu apalagi cela dalam hatinya.
Bagaimana kita bisa mengukur keistemewaan seseorang dgn melihatnya belaka?, apakah dari rajin ibadahnya?, apakah dari atribut yang dipakenya?, apakah dari banyak sujudnya?. dari banyak sedekahnya?
Bisa saja, di mata kita ini seseorang begitu baik, tapi di mataNYA justru tidak demikian, dan sebaliknya.. (Al-Baqarah:216)
Ok, bagaimana jika memang ada yang berperangai buruk, keji dan hampir tak ada kebaikan, lantas kenapa ALLAH menjodohkannya dengan akhlak yang begitu baik.
Kita sering lupa, bahwa apa2 yang ditentukan oleh ALLAH setelah ikhtiar, doa dan tawakkal adalah terbaik untuk diri. Bisa saja di balik perangai yang buruk itu akan berganti kebaikan yang melebihi pasangannya, melalui sejumlah usaha yang dilakukan oleh si baik dengan melihatnya sebagai ladang amal dalam memberi kebaikan. Rejekinya, karena ladangnya itu adalah makhluk yang ditemuinya tiap hari. Sedang untuk si jahat ini rejeki tanda sayang ALLAH padanya, ALLAH telah memilihnya untuk diberi nur karena tlah menjodohkan pada seorang yang akan mengenalkannya lebih baik pada DIA, sang khalik. Simbolik mutualisme pun terjalin dalam perjanjian kuat karena cintaNYA.
Sering kali kita berpikir bahwa nikah adalah tempat untuk memetik manfaat, kita berusaha shalih/shalihah dengan tujuan biar dapet shalihah/shalih juga, kita pengen buktiin kebenaran An-Nuur 26 tersebut. Ayat2 yang laenpun seolah2 mengabur di pikir, karena masalahnya kita sudah terlanjur membayangkan yang indah2 bersama pasangan, si dia yang begitu rupawan di hati. Seperti kita melihat diri, yang sulit sekali mencari kelemahan sendiri.
Jadi harus pasrah dengan tak perlu mengejar yang shalih?, mendamba yang baik?, jelas tidak..karena seperti rejeki, jodoh pun kita harapkan adalah yang terbaik, menyiapkan keturunan yang baik awalnya dengan meraih jodoh yang baik dengan cara yang baik pula. Klo perlu abis-abisan meraih jodoh yang baik dengan cara yg baik pula, sambil giat memperbaiki diri karenaNYA. Berpegang terus pada jaminan2NYA.
Namun, jika ternyata pada akhir meraih itu kita dihadapkan pada seseorang yang kita nilai tak sebaik dengan diri, padahal ikhtiar, doa dan tawakkal begitu rupa, maka langkah paling bijak adalah berlapang dada, inilah jodoh kita, inilah yang ALLAH kehendaki atas diri. Tentu ada maksud di balik smua inginNYA. Berprasangka baik2 padaNYA.
Ada yang menimpali, bagaimana jika si baik tak pula menemukan kebaikan pada diri pasangan hingga akhir hayatnya. Padahal ikhtiarnya untuk mengajak si pasangan berubah ke arah baik sudah mati-matian dilakuinnya. ALLAH takkan pernah menyia2kan kebaikan seberat zarrahpun. Bukankah di syurga ada bidadari-bidadari yang menunggu, ada rumah indah yang disiapkan atas ketundukan kita padaNYA.
An-Nuur:26 akan tetap dengan jaminannya, mata hina kitalah yang kadang mengaburkan hati atas kebenaran2NYA.
Wallahu’alam. Smoga ALLAH mengampuni sy jika khilaf dalam mentadabburi kalimah2NYA.. Astagfirullahul ’Adzim..
*ditulis dalam kerangka muhasabah pada diri skaligus menjawab pertanyaan tmn via komen kemaren..
posted by deen @ 4:04 PM,