Ruang untuk bicara nikah?
Tuesday, October 02, 2007
Dulu sy termasuk orang yang jengah dengan soalan nikah..saat usia sudah masuk usia pantas nikah..mo gak mo sy sering banget ditanyai seputar nikah.. Hmm, nikah lagi nikah lagi.. begitu biasanya sy ngedumel.. Dari celetukan ”kapan nikah?”, ”ditunggu undangan yak”,..de-el-el
Sy jengah, sempat sumpek, sy malu pada wajah2 mereka yg berjuang mati2an dalam memperjuangkan dienul islam, merasa begitu semangat dengan aktivitas yang sedikit banyak menyita konsentrasi sy. Terlalu bersemangatkah sy?.. hmm, bisa jadi. Yang jelas, sy menutup rapat2 dulu soal nikah, bahkan pernah memutuskan untuk tidak menikah saja.. inget dengan yg sy tulis ini kan? :D
Tapi seiring waktu, sekarang, sy merasa benar2 telah melakukan keliru...rasa2nya aneh jika ALLAH memerintahkan 2 hal tapi sifatnya bertolak belakang. Bergerak itu sudah pasti, nikah pun demikian. Dua2nya memiliki korelasi dan kemuliaan dalam pelaksanaannya. Ke depan, keduanya akan saling bersinergi. Allahu’alam..
Tak ada masalah jika masing2 kita bicara soal nikah, ato sekedar menanyakan ”kapan nikah?”..sapa tau dari sodara/i kita ini sedang resah dgn panggilan nikah itu, sapa tau bisa menjadi ladang amal kita dalam mengarahkan..(hmm, saling mengarahkan ding, soalnya sy jg blom..*g ada yg nanya* :D), tak perlu mengernyitkan kening, apalagi menyorotkan mata kpd mereka yg bertanya..lalu menjawab ”akhi/ukhti, agenda kita masih panjang, usahlah bicara soal nikah sekarang..”.. Wah, Subhanallah bagi mereka yg demikian istiqomahnya dalam ber-amar ma’ruf nahi mungkar. Tapi, memetik perkataan ini ”.. usahlah bicara soal nikah sekarang..” Wets, seolah2 nikah bukan hal penting, seolah2 nikah bukan agenda dakwah penting, berada pada urutan yang remeh.. Menjadikan nikah sebagai ujung terakhir, sebagai podium tempat mengambil piala, sebagai akhir dari gerakan mulia ini. Seolah2 nikah itu mampu menyurutkan semangat dakwah kita nantinya, tak sekobar2 ketika kita berdiri solo dalam jamaah.
Hendaknya ada ruang proporsional untuk diri, agar terhindar munculnya pribadi2 yg emoh mendiskusikan soalan nikah pada mereka yg mampu mengarahkan, lantaran takut dikira ”meradang aneh” (istilah kerennya apa y?), pribadi2 itu pun mencurahkan hati tidak dalam lingkungan tempatnya bergerak, muncullah pengkhianatan diam2, padahal gaung untuk mensegerakan itu semakin jelas terdengar di syaraf2 pendengaran.
Jengah, jemu, dan tak sensi saat kegalauan mulai memanggil2nya untuk genapkan setengah dien. Percayalah, kegalauan itu dikirimNYA untuk kita renungkan, untuk difollow up, dicari solusinya segera dalam tuntunan syar’i, bukan untuk diabaikan begitu saja. Berjalan bersama jamaah dengan membawa hati yang menahu plus kurang termanage baik, mau tak mau akan membawa pengaruh pada tribulasi dakwah. Kita tetaplah manusia sederhana yang membawa sejumlah naluri yang tak bisa dielakkan.
”Akhi/ukhti, sekalipun antum jemu soalan nikah ato tidak, gerbong dakwah akan terus berjalan, jalannya akan tetap terjal lagi berat.. Apa dengan alasan itu akan memalingkan muka antum pada soalan persiapan nikah? :) "
Wallahu'Alam..
posted by deen @ 3:15 PM,