Yang namanya barang bajakan di negeri ini seolah2 sudah menjadi hal biasa. Kaset vcd, dvd, media2 elektronik, produk dgn brand2 palsu sudah menjadi bagian dari republik ini. Mudah lagi murah. Belakangan ini mulai merebak jenis bajakan baru. Buku2 best seller diperdagangkan dgn sangat murah di lorong2 bus dan pinggir2 jalan. Jika belakangan ini para penulis seterang artis diva mengalami sulit tidur, bisa jadi kondisi bajak membajak ini menjadi penyebabnya.
Pagi kemarin, sy gak kuasa lagi menahan diri untuk tidak membeli salah satunya. Trilogi Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata, karya fenomenal ayat2cinta karangan Kang Abik hingga karya2 best seller lainnya melayang2 di hadapan mata sy. Pedagang sedang merayu2 para penumpang. Buku sekelas demikian yg biasanya dilihat toko buku nun sejuk kini hadir di bus sumpek. Persis seperti penjual obat, si pedagang akan berteriak2 di tengah kami -penumpang bus-..menjajakan dagangannya sambil menjanjikan dgn yakin bahwa jika kami membeli kami tidak akan pernah merugi. Harganya sangat bersaing, dan sungguh..benar2 murah. Boleh dibuka plastiknya, di depan mata pedagangnya, jika tak puas, silahkan kembalikan lagi. Penilaian sy mengenai marketing terbaik sebenarnya hadir di bus2 jakarta agaknya memanglah tepat.
Sy tahu, membeli bajakan itu sama sj mencuri. Iya, sy juga tahu membeli bajakan itu merugikan hak cipta seseorang. Sy melukai hati seorang Andrea Hirata, karena tiap kata yg diciptakannya sepatutnya dinilai dgn indah, tidak dijajakan secara rendah di bus2, oleh pedagang buku gondrong itu, oleh sy yg mencinta buku tapi masih tetep gak mampu mengimbangi aturan budget dgn hobinya, oleh penumpang2 lainnya yg perlahan mengganti ritual tidur slama perjalanan dgn membaca, oleh penjual buku bajakan yg meggelar dagangannya di pinggir jalan, lalu menanti rejeki dgn membaca. Yah, kami merendahkan penulis2 brilian itu…!. Apa boleh buat, harga tak teraih..kertas burampun kami beli demi nikmati karya brilian itu..
Sy sudah bener2 gak bisa seidealis itu ketika si pedagang melayani perempuan di sisi bangku, dgn segera sy mengangkat jari menyebut salah satu judul novel; ”Kite Runner”. Tidak lega sebenarnya ketika menghargainya 25ribu rupiah. Namun aneh, setelah membacanya dgn sedikit bersabar karena tiap hurufnya sekali2 kabur itu, sy malah senang. Dan semakin hepi, saat esok sekedar mampir ke toko buku besar, sy melihat angka kurang cepek 60ribu di bar harga pada cover buku yg sama. Smoga Khaled Hosseini memaafkan sy, smoga editor, penerbit dan smua yg sudah bersusah payah agar karya ini hadir memaklumkan kelakuan sy ini. Sebab rencananya, sy ingin menjelajahi karya kedua beliau dgn berlaku sama dari tempat yg sama, dan bisa jadi dari pedagang sama…
*yang dulu membajak dengan meminjam