Dulu, sekitar tahun 90-an, teknologi email masih teramat langka. Surat menyurat masih menjadi sarana efektif untuk menyampaikan berita baik lintas kota ataupun lintas pulau. Kertas, amplop dan perangko adalah 3 hal yg penting untuk mengabarkan cerita. Dan demikianlah sy, mencintai ketiga hal itu semenjak kecil. Eh, termasuk pak pos-nya ding.. :D.
Sewaktu kelas 5 SD, keluarga sy pindah dari Jakarta ke Makassar. Rasanya sedih banget, meninggalkan teman2 sepermainan saat itu. Kepada seorang sahabat, kami berjanji untuk meneruskan jalinan silahturahim meski beda pulau. Demikianlah, dari seorang teman kelas, teman kelas sy yg bernama Nurlela itu menjadi sahabat pena.
Memiliki sahabat pena menjadi keseruan sendiri bagi sy. Ada euforia, ketika pagar diketuk2 oleh pak pos tanda surat tiba darinya, inget banget..amplop kesukaannya yg brand harvest, hehehe. Membuka amplopnya dgn hati2, seperti membuka kado di hari ultah. Dalam surat, kami akan bicara soal pengalaman masing2…well, kadang curhat juga sih, tentang orang2 yg berpengaruh dalam hidup kami. Ssst, big secret..hingga kadang surat2nya sy jaga di kotak spesial demi menjaga kerahasiaannya.
Lewat surat, sy merasa benar2 bisa menumpahkan apa2 yg ada dipikir sy, tanpa peduli bagaimana tanggapannya. Sy ingin mengabarkan, itu sj. Berbeda dengan menulis diary, dengan menulis surat ke seseorang, sy lebih berharap adanya komentar, nasihat dan pesan2 bijak darinya. Dan syukurnya, mungkin karena bertambah usia, perlahan berita yg kami kirimpun mulai menunjukkan kedewasaan masing2. Ternyata dari tulisan surat, kami bisa menebak bagaimana perangai, karakter masing2.
Sayangnya, sekitar 5 tahun kemudian..saat dalam suratnya ia mengabarkan ada seorang guru yg menyatakan hati padanya. Ia tidak lagi mengirim surat kepada sy. Intensitas pak pos ke rumahpun sudah benar2 jarang. Sy kehilangan sahabat pena saat itu. Dan kami tidak berkomunikasi sama skali setelahnya.
2 tahun berikutnya barulah terlintas untuk menelepon rumahnya, sebuah nomor telepon yg pernah disematkannya lewat surat. Dan tahukah siapa yg mengangkatnya?.. yah, itu gurunya..whehehe..Sang guru yg dalam benak sy rada centil itu berhasil menggaet hatinya dan menikahinya setelah sahabat sy lulus SMU. Plusnya lagi, profesi sahabat sejak kecil itu pun kini menjadi seorang guru , mengikuti jejak suaminya.
Wiiih, banyak cerita yg tidak dikabarkannya. . Tapi mendengarnya telah menikah dan memiliki seorang putri memberi bahagia tentunya untuk sy.
Ah, sayang sekali..entah kenapa sy kehilangan suratnya yg tersemat nomor teleponnya itu. . Kira2 bagaimana kabarnya ya?..pengen banget bisa bercerita lagi.
Btw, kira2 jaman sekarang masih ada gak ya?.. bersahabat pena dgn kertas, amplop dan perangko?